parenting

Jumat, 16 Desember 2022

Xabiru Menangis Ingin Orangtuanya Bersama; Rachel Vennya Memilih Co-parenting, Kenali Komponen Pengasuhan Bersama Ini

Rachel Vennya mengunggah video saat berbicara dengan sang anak Xabiru.


Yani
Rachel Vennya dan Xabiru. (akun Instagram rachelvennya)
Rachel Vennya dan Xabiru. (akun Instagram rachelvennya)

Perpisahan yang terjadi dalam perkawinan sebenarnya bukan lah sesuatu yang diinginkan, apalagi dalam perkawinan tersebut ada anak yang bakal terkena dampaknya. Pelajaran tersebut yang didapat dari cerita Xabiru yang merupakan sulung pasangan Rachel Vennya dan Nico Al Hakim.

Namun sayang, sang orangtua memilih bercerai di saat Xabiru masih berusia anak-anak. Padahal dalam masa tersebut, anak masih membutuhkan kasih sayang kedua orangtuanya dengan utuh.

Pada tayangan video yang belakangan menjadi sorotan pun tergambarkan hal tersebut, Rachel Vennya memperlihatkan anaknya yang masih berusia lima tahun mengungkapkan kesedihan, lantaran tidak bisa lagi berada di dalam satu atap yang sama dengan kedua orangtuanya.

Pada video yang menjadi viral itu, Xabiru mengungkapkan perasaaannya yang ingin pergi ke rumah ayahnya dan menginginkan agar sang ayah bisa tinggal bersamanya. Hal tersebut tertuang dalam obrolan antara Xabiru dan Rachel.

"Ayah tinggal di sini dong," ucap Xabiru pada Rachel Vennya.

"Nggak bisa," jawab Rachel.

"Ayahnya nggak mau?" tanya Xabiru.

"Iya udah nggak bisa," ujarnya.

Xabiru pun mengatakan, "waktu itu ayah ke sini."

Mendengar jawaban tersebut, Rachel sempat bertanya mengenai perasaan Xabiru.

"Tapi abang happy nggak?" tanya Rachel.

"Nggak, abang sedih karena bolak-balik," kata Xabiru yang harus bolak-balik ke rumah ibu dan ayahnya bergantian.

Kemudian Xabiru pun terisak menangis. Terlihat kesedihannya karena berusaha memahami kondisi yang terjadi pada keluarganya. Lantaran itu, simpati mengalir kepadanya dari warganet.

Untuk diketahui, Rachel Vennya sempat mengungkapkan untuk menjalani co-perenting setelah bercerai dengan Nico Al Hakim, namun hal itu bukanlah sesuatu yang mudah.

"Co-parenting itu sulit, aku mencoba bijak, cuma mungkin kali ini aku sedih banget, banget, banget aja, birthdays always important to me, jadi ga mungkin aku lewatin birthday abang karena hal yang cuma cuma," ujarnya.

Sementara itu, Terapis Keluarga Chautè Thompson, LMHC mengemukakan, pengasuhan bersama merupakan bentuk kolaborasi membesarkan anak dengan orangtuanya yang lain dengan berfokus pada apa yang terbaik bagi anak. Orangtua yang menjalani co-parenting harus memastikan anak mendapatkan kasih sayang kedua orangtuanya layaknya keluarga yang utuh.

Co-parenting muncul ketika orangtua sama-sama merasa bertanggung jawab dan berkoordinasi dalam pengasuhan anak. Berikut empat komponen yang mempengaruhi kualitas co-parenting:

  • Peran orangtua yang saling mendukung atau merusak

Beberapa orangtua terkadang menunjukan dominasi yang lebih tinggi di beberapa aspek dalam pengasuhan. Contoh, ibu yang dalam pengambil keputusan final menentukan menu makan siang, sedangkan ayah adalah penentu final dari tujuan berlibur.

Pada satu titik yang ekstrim, dominansi figur orangtua dalam pengasuhan yang tidak didukung dengan sifat supportif akan mempengaruhi persepsi anak dalam melihat kompetensi figur orangtuanya yang lain.

  • Pertentangan dalam membesarkan anak

Hal ini seperti nilai moral, tingkat kedisiplinan, standar pendidikan, lingkungan pertemanan, dan lainnya. Meski konflik dan perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, namun hal ini menjadi lebih sensitif saat kita membahasnya dalam konteks pengasuhan.

Perbedaan pendapat bisa menyebabkan adanya inkonsistensi standar. Anak akan kesulitan menentukan perkataan siapa yang harus di ikut.

Contoh: jika nenek mengizinkan makan mi instan, sedangkan orangtua (ayah dan ibu) tidak mengizinkan. Dalam hal ini, anak yang ingin makan mi instan tentu akan merasa nenek adalah sosok yang lebih baik dari pada kedua orangtuanya.

  • Pembagian tugas

Pembagian tugas dalam pengasuhan juga merupakan komponen yang penting. Pembagian tugas yang tidak jelas atau “berat sebelah” akan memunculkan ketidakteraturan.

Bagi keluarga tradisional, terutama di Asia, peran ibu pada pengasuhan dan mengurus rumah sangat banyak. Sedangkan, ayah sering kali hanya dikaitkan dengan bekerja mencari nafkah.

Namun karena pengasuhan adalah hal yang krusial untuk menunjukan kasih sayang, keterlibatan ayah menjadi sangat penting. Ayah yang aktif terlibat dalam pengasuhan yang sehat akan membantu tumbuh kembang anak menjadi lebih optimal.

  • Manajemen keluarga

Manajemen keluarga mencakup 3 aspek: konflik antar orangtua, koalisi, dan keseimbangan.

Konflik orangtua yang tidak berhubungan dengan pengasuhan, atau konflik yang tidak dapat dilihat oleh anak biasanya tidak akan mempengaruhi pengasuhan. Namun, terekspos pada masalah jangka panjang dan tidak terselesaikan akan berdampak pada perilaku bermasalah.

Anak dengan orangtua yang menunjukan agresi fisik dalam pernikahan, cenderung menjadi sensitif pada konflik. Dan konflik akan mengganggu perkembangan emosi dan regulasi diri anak, serta pertumbuhan rasa aman dalam keluarga.

Koalisi dalam keluarga berbicara tentang adanya kubu-kubu dalam keluarga, contoh: ibu berkoalisi dengan anak perempuan, keduanya cenderung tidak menyukai ayah. Diharapkan, orangtua mampu untuk mengatur relasi antar anggota keluarga agar tetap sehat.

Kemudian Keseimbangan, yang dimaksudkan adalah keseimbangan interaksi. Dalam hal ini, orangtua diharapkan mampu untuk memiliki proporsi pembagian waktu yang tepat, baik itu antar pasangan, dan juga dengan anak-anak mereka.

Tag coparenting pengasuhan bersama rachel vennya

Terkini