parenting

Minggu, 26 Februari 2023

Marak Anak Melakukan Tindak Kekerasan, Yuk Pelajari Sejumlah Faktor Pemicunya

Kekerasan anak kerap terjadi karena faktor lingkungan dan keluarga. Tentunya harus diantisipasi dengan memperhatikan hal ini.


Yani
Ilustrasi anak korban kekerasan. (Freepik)
Ilustrasi anak korban kekerasan. (Freepik)

Kasus kekerasan yang dilakukan terhadap anak bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya berasal dari lingkungan keluarga.

Menurut Psikolog anak dari Universitas Indonesia Dr Rose Mini Agoes Salim, M Psi, orangtua yang melakukan kekerasan pada anak bisa memicu anak mencari tempat lain mempraktikkan yang pernah dilihat selama berada dalam lingkungan keluarganya.

"Dan selain kekerasan dari keluarga atau kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anak, ada juga hal-hal lain yang bisa membuatnya tumbuh menjadi anak yang menyelesaikan masalahnya dengan kekerasan," katanya seperti dikutip Antara.

Ketika anak merasa kehadiran dirinya tidak dianggap di lingkungan, maka bisa saja akan mencari tempat lain untuk dapat menunjukan kekuasaan, dominasi, atau kekerasan.

Kondisi tersebut menurutnya bisa dipengaruhi pergaulan. Anak yang mulanya tidak melakukan kekerasan, bisa jadi tiba-tiba melakukan kekerasan. Bahkan, mungkin saja ia menirukan yang dilakukan oleh teman sebayanya.

"Jadi banyak sekali penyebabnya, tetapi makanya kita harus mulai jangan sampai orang tua memulai untuk kemudian melakukan kekerasan pada anak di rumah," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengemukakan, ketika anak sudah sering melakukan kekerasan, maka perlu dilihat lebih jauh kemungkinan anak merasa tidak nyaman di tempat yang lain, sehingga memerlukan kelompok teman-temannya yang melakukan kekerasan tersebut.

Jika anak ingin menunjukkan eksistensi dengan melakukan kekerasan kepada orang, maka harus dilihat juga konsep diri yang dimiliki, apakah cukup baik.

Ia mencontohkan, anak yang merasa tidak berprestasi di sekolah dan merasa dirinya tidak diterima di sekolah sehingga membutuhkan tempat lain untuk menunjukkan eksistensi.

"Kalau dia tidak berprestasi di sekolah, sebetulnya dia bisa saja berprestasi misalnya di olahraga, di seni, dan sebagainya. Tapi hal itu tidak dia lihat dan orang-orang di sekitarnya, terutama orang tuanya, tidak menunjukkan kelebihan anak itu sehingga apa yang dia dapat gambaran tentang dirinya mungkin sesuatu yang negatif-negatif terus," paparnya.

Jika kondisi tersebut terjadi terus-menerus, maka self-esteem atau rasa harga diri anak cenderung negatif hingga tak percaya diri. Sebaliknya, anak justru menjadi percaya diri jika bisa menunjukkan kemampuannya untuk mendominasi orang lain.

"Untuk mengatasi ini, maka kita harus bantu dari menunjukkan kepada dia bahwa anak ini punya potensi lain selain dia jadi orang yang suka berantem dan sebagainya," katanya.

Dalam beberapa waktu terakhir, kekerasan terhadap anak kerap menghiasi berita di media online maupun media sosial. Terakhir, perilaku kekerasan tersebut diperlihatkan Mario Dandy Satriyo, anak mantan Pejabat Pegawai Ditjen Pajak yang membuat salah satu anak berinisial D mengalami koma.

Tag kekerasan kekerasan anak kekerasan terhadap anak psikologi

Terkini