Ini Olahraga yang Paling Efektif Membakar Lemak dalam Tubuh
Pembakaran lemak dalam tubuh menjadi salah satu hal yang dituju saat berolahraga. Namun, ada beberapa hal yang perlu dipastikan dalam pola berolahraga.
Persoalan lemak di dalam tubuh kerap membuat tidak percaya diri dalam penampilan atau beraktivitas. Meski sudah melakukan berbagai macam olahraga yang diyakini bisa membakar lemak, namun kerap langkah tersebut seringkali tidak menghasilkan.
Lantas apa yang menjadi penyebab tidak terbakarnya lemak dalam tubuh secara maksimal saat berolahraga? Apa saja olahraga yang paling efektif untuk membakar lemak?
Pertanyaan tersebut yang kerap kali banyak ditanyakan orang-orang. Untuk menjawabnya, Dokter Sungadi Santoso membeberkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam berolahraga, terutama yang bertujuan untuk membakar lemak. Melalui akun YouTube SB30 Health, Dokter Sung mengemukakan, bukan persoalan jenis olahraga yang dilakukan.
"Bukan persoalan jenis olahraganya, tetapi pola latihannya, pola olahraganya," katanya.
Dia mengemukakan, secara umum ada dua pola latihan atau pola olahraga yang menjadi dasar untuk membakar lemak, yakni LISS atau Low Intensity Steady State dan HIIT atau High Intensity Interval Training.
Keduanya merupakan program latihan yang berbeda. Dalam penjelasannya, Dokter Sung mengemukakan, jika LISS atau biasa disebut dengan aerobic.
"Jadi aerobic ini merupakan pola latihan menggunakan udara. Sedangkan yang HIIT itu anaerobic," ujarnya.
olahraga yang tergolong dalam kategori LISS tersebut meliputi jalan santai, renang ringan atau bersepeda santai. Jenis olahraga tersebut dilakukan dengan kecepatan konstan dan tidak membuat denyut jantung berdebar kencang. Bahkan, sambil melakukan olahraga yang tergolong LISS bisa sambil chatting dan mengobrol dengan teman.
"Kelebihan olahraga ini adalah 30 menit pertama yang dibakar gula darah di dalam tubuh. Kemudian 30 menit selanjutnya baru lemak yang dibakar," ucapnya.
Ia mencontohkan, misal berolahraga selama 45 menit, maka 30 menit pertama yang dibakar adalah gula dan 15 menit selanjutnya adalah lemak. Pada pola ini, lemak yang dibakar terjadi pada saat melakukan pola olahraga ini saja. Dokter Sung mengemukakan, hal tersebut berbeda dengan pola HIIT yang lebih diatur intensitasnya.
"Contohnya, seperti orang yang pada mulanya sedang berjalan kemudian dikejar anjing. Jadi berjalan dengan konstan, denyut jantung tidak terlalu berdebar kencang, kemudian tiba-tiba dikejar anjing dan lari secepatnya. Jadi saat lari secepatnya, denyut jantung akan berdegup kencang, kemudian rasanya jantung seperti mau pecah dan otot-otot bekerja dengan maksimal saat berlari."
Sehingga, lanjutnya, yang terbakar saat itu selain kalori juga gula. Kemudian pada malam hari, saat tidur, lemak juga ikut terbakar. Jadi bukan saat latihan saja lemaknya terbakar.
Kemudian akan muncul pertanyaan, ‘jenis olahraga apa saja yang bisa dilakukan dengan program HIIT tersebut?’
"Sebenarnya, semua olahraga bisa dilakukan dengan program latihan HIIT. Baik lari, renang maupun bela diri dan lain-lain. Bahkan angkat besi pun bisa, tergantung yang sekarang sedang dilakukan pun cari juga mentor atau coach untuk melatih dalam melakukan program ini," ujarnya.
Ia pun mencontohkan kembali pola HIIT tersebut yakni olahraga sepeda santai selama 30 detik dan kemudian sepeda dipacu dengan maksimal selama 30 detik. Dengan pola tersebut, ia menjelaskan akan terjadi kontraksi otot yang maksimal, denyut jantung yang berdetak lebih kencang.
"Sehingga kemungkinan besar, pada esok harinya adalah paha akan kram. Kondisi tersebut sama seperti orang yang tidak pernah lari, jalan santai 30 menit kemudian tiba-tiba lari sprint. Keesokan harinya pun kemingkinan besar akan alami kram."
"Inti program HIIT bukan lamanya waktu berolahraga, tetapi intensitasnya yang dinaikkan. Sehingga waktunya lebih singkat, mungkin 10 hingga 30 menit, bahkan ada yang bilang jangan lebih dari 40 menit."
Lantas jika muncul pertanyaan 'Kenapa lemak atau kalori tetap terbakar walaupun tidak berolahraga tersebut? Bahkan bisa sampai 14 hingga 48 jam kemudian?'
Ia mengemukakan, hal tersebut karena adanya EPOC effect atau Excess Post Exercise Oxygen Consumption. Yakni setelah berolahraga dengan intensitas tinggi, akan membutuhkan oksigen lebih banyak dan membakar kalori lebih banyak bahkan setelah selesai olahraga.
Dokter Sung pun mengemukakan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, perlu dilakukan kedua kombinasi pola latihan tersebut, karena ada plus dan minusnya.
"Program HIIT tidak boleh dilakukan setiap hari, karena tubuh juga membutuhkan istirahat. Jadi disela-sela program HIIT mungkin bisa diselingi program LISS," ujarnya.